Ditulis oleh Afriansyah, Anggota Candradimuka
Satu tahun yang lalu saya pernah posting di cerita instagram terkait salah satu pamflet kegiatan, konteksnya tentang ajakan untuk mahasiswa baru untuk ikut bergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), dan saya kebetulan bergabung di organisasi tersebut. Lalu ada salah seorang keluarga yang berkomentar terkait dengan postingan tersebut dan menanyakan kepada saya, “Kamu ikut HMI?”, saya jawab “Iya”, lalu dia membalas “hati-hati dengan HMI, soalnya mereka banyak menggunakan filsafat dan bisa merusak iman kita” ujarnya. Lalu iyakan agar tidak panjang, karena saya malas juga dan kebetulan dia juga saya anggap orang tua.
Tidak hanya ini, sehari sebelum membuat tulisan ini kawan saya bercerita bahwa ada salah satu santri di salah satu pondok di semarang pernah berdiskusi dengannya. Dia menjelaskan santri tersebut menjelaskan bahwa tidak boleh belajar filsafat nanti akan menjadi liberal dan anti agama. Poinya tidak boleh belajar filsafat.
Dari semua kejadian diatas saya sempat berfikir, kenapa mereka begitu mudah melarang untuk belajar filsafat? Sampai ikut organisasi yang belajar filsafat pun tidak boleh. Dan kenapa dengan mudah menuduh dan menyalahkan sampai kepada anti agama tanpa mereka belajar terlebih dahulu apa itu filsafat dan apa itu islam jangan sampai kita menuduh bahwa islam itu anti filsafat. Untuk lebih jelasnya kita akam membahasnya dalam beberapa paragraf berikut ini.
Ajaran islam sebagai ajaran yang lengkap, utuh, kokoh, komprehensif dan memiliki prinsip-prinsip yang dijadikan landasan operasionalnya. Landasan operasional dalam islam yaitu berupa firman Tuhan berupa al-quran dan hadis serta ijma. Islam adalah agama yang mengajarkan kepada tuhan yang satu yaitu Allah swt dan kita sebagai hamba-Nya selalu berserah diri kepada-Nya.
Manusia adalah mahkluk ciptaan yang paling sempurna. Lalu apa kelebihan manusia sehingga melebihi makluk yang lain? Itu semua tentu karena kita sebagai manusia sudah diberi alat yang bernama akal untuk berpikir mengatur seluruh aktivitasnya sebagai khalifah di bumi, karena dalam al-quran dijelaskan bahwa tujuan penciptaan manusia adalah sebagai khalifah dimuka bumi. Lebih jelas lagi dalam islam ada tiga klasifikasi dimensi manusia, yang pertama, Al-basyar. Dimensi ini manusia sama seperti hewan yang masih memerlukan makan dan minum, tidur, serta segala yang berkaitan dengan kebutuhan biologis manusia. Ali Shari’ati menyatakan bahwa al-basyar ini sering dimaknai dimensi jasmaniah manusia. Yang kedua, an-nas. Dimensi ini manusia pada tahap makhluk yang sosial, yaitu pada tahap ini manusia bisa saling berinteraksi dengan manusia lain, hidup kelompok, bermasyarakat, berorganisasi dan lain sebagainya. Ketiga, al- insan. Pada dimensi ini manusia pada tahap intelektual dan psikologis manusia. Pada dimensi ini manusia memerlukan belajar untuk kemampuan intelektualnya disinalah yang membedakan manusia dengan makhluk lain seperti hewan. Pada dimensi ini manusia diperlukan kemampuan berpikir. Disinilah manusia kemampuan untuk berfilsafat.
Seperti yang saya sampaikan sebelumnya bahwa dalam benak banyak orang, filsafat adalah ilmu yang megawang, sesat, dan cendrung anti anti agama. Bahkan banyak juga yang berpandangan bahwa filsafat sebagai kebebasan nalar yang liar, dan arogan, semacam ancaman menuju kekacauan, bahaya tafsir bebas yang mengarah kepada kemurtadan atau bahkan sejenis gejala kegilaan. Dan karenanya bagi masyarakat umum sebaiknya tidak disarankan. Lalu apa yang dimaksud dengan filsafat ? pertanyaan ini harus dijawab agar tidak salah dalam menilai filsafat.
Dalam kebayakan buku filsafat ilmu, filsafat berasal dari kata Philosophia atau philosophos. Keduanya terstruktur dari dua suku kata yakni philos yang berarti cinta dan Sophia yang berarti bijaksana, dengan demikian secara bahasa filsafat dapat diartikan cinta kebijaksanaan. Kemudian dapat diartikan sebagai aktivitas piker murni, atau kegiatan akal pikir manusia dalam usaha mengerti secara mendalam atas segala sesuatu. Menurut penulis filsafat ini merupakan sutu daya atau kemampuan berpikir yang tinggi dari manusia dalam usaha memahami kesemestaan. Untuk itu sangat penting bagi setiap orang untuk berfilsafat. Berfilsafat adalah berfikir, meski tidak semua aktifitas berfikir dapat disebut telah berfilsafat. Butuh ciri dan karakter khusus ketika suatu kerangka berpikir tertentu layak untuk dipersamakan dengan berfilsafat. Dalam buku filsafat ilmu karya Cecep Sumarna, baru dapat disebut berfilsafat apabila setidaknya memenuhi empat ciri, yaitu radikal, sistematis, universal, dan spekulatif. Itulah yang disebut telah berfilsafat.
Di dalam ajaran islam, menurut penulis berfilsafat adalah untuk membantu memperkuat keimanan seseorang. Hal ini mungkin bertentangan dengan contoh yang disampaikan sebelumnya bahwa filsafat itu sesat, bikin seseorang menjadi murtad, dan anti terhadap ajaran agama. Saya tidak tau dasar mereka mengatakan seperti itu, mungkin mereka lupa pada zaman pertengahan islam sangat mengagungkan ilmu pengetahuan. Mengkaji pikiran-pikiran tokoh filsafat yunani kuno, seperti aristoteles, plato, dan kawan-kawanya, diterjemahkan sampai ada yang membantah serta meluruskan sehingga melahirkan ilmu baru. Dunia islam sampai kepada punsat peradaban selama 4 abad lamanya. Tentu kita sekarang tidak perlu terlena dengan masa lalu. Tetapi poin penting adalah itu semua berkat ilmu pengetahuan dan masyarakatnya yang terbuka.
Kembali kepada kajian tentang pentingnya berfilsafat. Di era globalisasi sekarang ini yang banyaknya informasi, sehingga kita sekarang tidak mudah mana informasi yang salah dan mana informasi yang benar, semuanya dikonsumsi oleh masyarakat. Maka, dengan belajar filasafat khususnya kerangka berpikir, kita bisa memilah informasi tersebut.
Filsafat adalah bagian dari ilmu pengetahuan, bahkan filsafat adalah induk dari segala ilmu pengetahuan. Islam abad pertengahan maju dan mencapai puncak kejayaannnya karena mengkaji filsafat menyatu dengan semangat keimanan. Eropa maju sekarang ini karena dulu mereka mengkaji teks-teks filasafat yang mulai ditinggalkan oleh umat islam ditimur tengah. Dalam islam tidak ada yang melarang persoalan filsafat seperti apa yang saya sampaikan sebelumnya. Justru tanpa filsafat umat islam kehilangan arah, hanya akan melahirkan dogma, mengikuti apa kata pemuka agama, mengikuti tanpa mengetahui ilmunya atau taklid buta justru dilarang di dalam islam.
Namun, banyak masyarakat sekarang yang seolah-olah melarang untuk belajar filsafat, karena dapat membuat orang tersesat. Tersesatnya dimana? Saya yakin mereka yang mengatakan seperti itu belum belajar banyak tentang filsafat, mereka hanya mendengarkan perkataan orang lain tanpa belajar yang mendalam tentang filasafat. Ada juga bilang akan menyebabkan anti terhadap agama. Ini klaim sepihak, justru agama tidak anti terhadap filsafat. Mereka yang mengatakan anti agama itu, merekalah yang salah tafsir terhadap agama itu sendiri. Mereka sudah paham terhadap ajaran islam, seolah mengetahui filsafat, padahal belum banyak belajar filsafat, belum mendalami islam. inilah yang kita takutkan, islam menjadi kaku, dan tertutup akibat salah tafsir terhadap ajaran itu sendiri. Nurkolis Majid menyarankan islam harus dikaji dengan perlu penalaran, jangan sia-siakan akal kita. karena akal ini sudah diberikan kepada manusia untuk berpikir.
Jadi, ajaran islam tidak melarang kita untuk belajar filsafat, justru malah menganjurkan bahkan harus belajar untuk mencari kebenaran, agar tidak terjebak dalam taklid buta, dogma dan justru malah menuju kesesatan. Mari kita terus berdiskusi dan jangan hanya tunduk kepada dogma. Mari belajar filsafat . karena tanpa belajar filsafat karena islam tanpa filsafat adalah hanya kehampaan belaka.