Penulis: Umarul Faruq (Umar, rakyat biasa)
Dunia merupakan sebuah lahan yang di tumbuhi oleh ribuan, jutaan, bahkan milyaran masalah. Sehingga, tidak heran jika masalah selalu menghinggapi diri kita tanpa kenal waktu, tempat, siapa kita, apa jabatan kita, berapa usia kita, dan lain sebagainya.
Jika kita cermati, sebenarnya setiap hari kita selalu membuat suatu keputusan, entah keputusan kecil maupun besar, dan apapun keputusan yang kita pilih niscaya mengandung masalah. Dari hal kecil seperti membeli beras saja kita sudah di hadapkan pada sebuah pilihan dan masalah. Jika kita membeli beras dengan kualitas buruk maka rasanya pun buruk (masalah), tetapi jika kita membeli beras dengan kualitas baik, dompet kita yang tidak baik (masalah).
Masalah terbagi menjadi dua klasifikasi yaitu, private problem dan public problem. Private problem adalah masalah yang dialami oleh seseorang secara pribadi, dan biasanya dampaknya tidak luas. Sedangkan public problem adalah masalah yang berhubungan dengan masyarakat banyak, termasuk dampaknya. Public problem juga erat kaitannya dengan pemerintah, karena segala perilaku pemerintah selalu tersimpan dampak besar dan luas didalamnya.
Pemerintah merupakan pihak yang diberikan legitimasi oleh rakyat untuk mengatur jalannya roda negara, dengan itu setiap kebijakan yang diambil oleh pemerintah idealnya harus memihak kepada rakyat banyak. Tapi, kemana roda negara itu harus di arahkan? Di negara yang menganut welfare state seperti Indonesia, negara harus di jalankan untuk mencapai garis kesejahteraan masyarakat luas. Dalam upaya menuju kesejahteraan tersebut, dinamika dan rintangan sudah pasti adanya, entah karena faktor determinisme, dunia internasional, maupun akibat dari perilaku pemegang kekuasaan itu sendiri.
Sekarang saya ingin mengajak teman-teman pembaca untuk melihat realita yang terjadi di negara kita. Kita sudah sering menyaksikan bersama, setumpuk masalah publik seringkali hadir sebagai dampak dari keberpihakan pemerintah kepada segelintir orang yang sudah sejahtera, biasanya mereka adalah pemilik modal dengan uang segudang. Perselingkuhan antara pemerintah dan segelintir orang ini pasti dampaknya sangat besar. Kita bisa tengok kebelakang untuk melihat rangkaian peristiwa memilukan yang terjadi, di sahkannya RKUHP, naiknya harga minyak goreng, naiknya harga BBM, pengesahan Perppu cipta kerja menjadi UU, dan segudang masalah lainnya. Rasanya saya tidak perlu menjelaskan satu persatu apa yang menjadi masalah dari peristiwa-persitiwa tersebut, pembaca bisa mencari sendiri seperti apa masalahnya dengan sedikit menggerakkan jari jempol ke google, youtube, atau media lainnya.
Di negara yang menganut demokrasi, bentuk protes dan unjuk rasa sudah menjadi keniscayaan, karena sederhananya demokrasi merupakan sebuah sistem yang mengambil suatu keputusan berdasarkan suara terbanyak. Nah, rasanya tidak mungkin bila suatu negara dengan jumlah warga ratusan juta jiwa mampu mengakomodir seluruh keinginan rakyatnya, maka unjuk rasa/demonstrasi menjadi sebuah manifestasi kompensasi dari tidak terakomodirnya keinginan tersebut.
Bagi saya, selain menjadi wahana penyampaian aspirasi, demonstrasi juga merupakan sebuah bentuk upaya penyelesaian masalah publik oleh publik. Tetapi di saat yang bersamaan saya tidak yakin bahwa dengan saya turun ke jalan untuk berdemonstrasi, Indonesia akan terbebas dari korupsi, kolusi, nepotisme, dan segala kezaliman lainnya. Tetapi saya ingin menceritakan kisah menarik yang saya pikir terkandung hikmah di dalamnya.
Ketika nabi Ibrahim sedang dibakar hidup-hidup dengan api yang sangat besar oleh raja Namrud, disitu ada burung bul-bul yang bolak-balik mengambil air dengan paruh kecilnya untuk memadamkan api yang membakar Nabi Ibrahim. Rasanya mustahil bagi burung bul-bul untuk memadamkan api besar dengan menyiramkan air yang ia bawa menggunakan paruhnya kecilnya, tapi anehnya burung bul-bul tetap melakukannya. Sangat kontekstual dengan realita hari ini, rasanya mustahil rakyat kecil seperti kita mampu melawan kekuasaan (zolim) yang begitu besar, tetapi setidaknya dengan turun ke jalan secara tegas kita menunjukkan sikap keberpihakan kita kepada siapa, persis seperti bul-bul yang dengan sikapnya ia mampu mendeskripsikan keberpihakannya secara tegas pada kebenaran.
Sebenarnya banyak orang yang tahu pihak mana yang berada dalam kebenaran, tetapi sayangnya hanya sedikit yang berusaha menjelaskan sikap keberpihakannya. Dan inilah yang hari ini dibutuhkan, sikap tegas dalam keberpihakan.
Terakhir, kawan-kawan harus ingat, bahwa wajib hukumnya bagi kita untuk menaruh kecurigaan atau su'uzdon kepada pemerintah, karena mereka sedang memegang kekuasaan yang sangat besar yang jika di selewengkan akan berdampak pada kehidupan ratusan juta jiwa manusia.
Kematian adalah kehidupan dalam ketertindasan, sedang kehidupan adalah melawan penindasan walau harus mati (Sy. Ali).
Terimakasih.