Oleh : Taufik Purab, Kabid PTKP HMI Komisariat Hasim Asy'ari
Media kini rame dengan aksi prokontra atas keterlibatan
israel di piala dunia U-20. ada yang menolak sampai elektabilitas turun dan
yang mengaku menerima sampai aksi sejuta pita. Dilain sisi pecinta bola
Indonesia masih menyimpan duka yang mendalam atas meninggalnya ratusan suporter
di Kanjuruhan Malang, hal itu akibat dari kecerobohan aparat keamanan (Polisi)
yang secara brutal melepaskan gas air mata ditengah-tengah tribun sporter arema.
Beribu harapan dan air mata menginginkan agar pemerintah segera mengusut tutas
pelaku penembakan gas air mata dan diadili sebagaimana hukum yang berlaku.
Namun harapan itu kini menjadi luka, terutama bagi keluarga korban tragedi
kanjuruhan, sebab pelaku (polisi) yang menjadi tersangka mendapatkan hukuman
yang begitu ringan (satu setengah tahun masa kurungan) dan ada pula yang
dibebaskan. Bukankah ketidakadilan ini yang perlu di suarakan? Yang perlu kita
angkat sejuta pita hitam atas matinya keadilan di bangsa ini?
Kini tragedi kanjuruhan mulai berlahan memudar dengan
euforia perhelatan piala dunia U-20, yang kini menjadi perbincangan hangat atas
gagalnya indonesia sebagai tuan rumah, sebab ada polemik atas keterlibatan Israel
dalam pertandingan piala dunia U-20 kali ini. Disinyalir dari berbagai media kehadiran
Israel menjadi polemik sebab ada keterlibatan politik dalam sepak bola, namun
dari sisi lain kontistusi bangsa kita sudah mengatur dan mengutuk Israel
sebagai bangsa penjajah yang tidak sesuai dengan prikemanusian dan prikeadilan
atas tindakannya terhadap Palestina. Hal ini direspon oleh timnas Indonesia
yang lolos berlaga di piala dunia U-20 atas kuota tuan rumah bukan murni
kualitas Timnas yang lolos kualifikasi, aksi protes timnas dengan melingkar
pita hitam di lengan mereka sebagai bentuk duka atas gagalnya indonesia sebagai
tuan rumah. Namun bentuk protes ini tidak pernah dilakukan saat sporter banyak
yang kehilangan nyawa di Kanjuruhan. Protes seperti ini juga tidak dilakukan
saat pelaku penembakan gas airmata divonis begitu ringan. Yang perlu dilakukan
oleh timnas saat ini adalah latihanlah yang benar jangan mengikuti arus dan
mencoba hargai sporter jangan mebuat tindakan yang gebah, seperti yang
dilakukan timnas U-20 dengan melingkar pita hitam di lengan mereka atas
gagalnya menjadi tuan rumah, seolah-olah semua yang terjadi dikarenakan
olahraga digiring keranah politik.
Perlu diketahui bahwa sejarah bola erat kaitannya dengan
politik (bicara keberpihakan), sehingga
jangan asal ‘nyinyir’ tampadalih,
bahkan di bangsa Indonesia menunjukan olahraga berkaitan erat dengan politik,
Gelora Bung Karno berdiri atas anggaran cuma-cuma dari Uni Soviet, Asian Games
pada saat konflik Blok Timur dan Blok Barat. Agenda tersebut menggalang negara
dunia ketiga sebagai kekuatan baru di mata internasional yang kemudian hari ini
dikenal dengan Non-Blok.
Karena keterlibatan politiklah Rusia bisa diboikot di piala dunia dengan
dalih menginvasi Ukraina, namun kini berbanding terbalik ketika Indonesia
menolak Israel atas tindakanya menjajah Palestina. Teruntuk kamu-kamu dan FIFA
yang dalam Hal ini menyepakati Israel berlaga di bangsa indonesia bukankah
bertantangan dengan kontistusi bang ini? Apakah Israel Bukan Penjajah Negara
Palestina? Cobalah untuk berpikir!
Berkaitan dengan duta besar itu hanya karna meraka tinggal
di Indonesia bukan di jalur Gajah, itu bukan berkaitan dengan Agama, tapi
berkaitan dengan politik olahraga yang menindas manusia lain (Standar ganda
FIFA, Pilih kasih). Serta negara Palestina memiliki Kontribusi besar atas
kemerdekaan Indonesia, yang pertama kali mengakui indonesia menjadi sebuah
negara di kacamata Internasional. Di tengah Indonesia yang bingung mencari
dukungan dari mana, Palestinala yang merekan dan iklas atas pengakuan
kemerdekaan Indonesia tanpa di minta.