Ditulis oleh Samsul Bakri
Belum lepas dari ingatan kita, ketika
beberapa waktu yang lalu bencana banjir besar dan tanah longsor terjadi di
Kepulauan Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Tidak hanya korban
harta, ratusan jiwa harus kehilangan nyawa akibat bencana tersebut.
Beradasarkan data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Jumlah korban
jiwa yang meninggal dunia adalah sebanyak 174 dan 48 orang dinyatakan hilang
Apabila kita mencoba mengiterperstasikan
pengertian bencana ekologis diatas, ada variabel perilaku manusia yang turut
menjadi penyebab terjadinya bencana ekologis. Kemudian menilik kembali
bencana-bencana besar yang melanda Indonesia memang tidak lepas dari peran
manusia. Kembali ke konteks permasalahan yang terjadi di Kalimantan Timur dan di
Kepulauan Nusa Tenggara ataupun bencana besar lainya di Indonesia secara umum,
penyebabnya adalah masifnya deforestasi di Indonesia
Masifnya angka deforestasi di Indonesia
menurut data Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), di tahun
2018-2019, angka deforestasi sangatlah besar, yakni 462,46 ribu ha
Masalah lain yang terkait dengan
ketidaksadaran masyarakat mengenai lingkungan hidup bukan hanya masalah
deforetasi. Dari hal-hal kecil misalnya pada saat pawai atau festival menyambut
datangnya bulan suci Ramadan, tumpukan plastik bekas air mineral, makanan dan
berbagai jenis sampah lainya pasti berserakan di sepanjang jalanan kota sesaat
setelah kegiatan selesai. Menurut penulis peristiwa ini merupakan dua hal yang
sangat kontras. Di satu sisi kita merayakan datangnya bulan suci dalam agama
islam, di sisi lain kita mencederai nilai-nilai Islam itu sendiri, khusunya dalam
hal nilai-nilai islam dan lingkungan. Perlindungan lingkungan dan menjaga
kebersihan lingkungan merupakan aspek penting dalam Islam. Menjadi penjaga
Bumi, adalah tanggung jawab umat Islam untuk merawat lingkungan secara
proaktif. Selain itu, muslim juga didorong untuk merenungkan hubungan antara
organisme hidup dan lingkungan mereka serta menjaga keseimbangan ekologi yang
diciptakan oleh Allah.
Al-Qur'an memiliki sejumlah referensi
khusus untuk ekologi dan juga mengandung beberapa prinsip penting untuk
pelestarian lingkungan. Prinsip pertama yang menjadi pedoman ajaran Islam
tentang kelestarian lingkungan adalah konsep amanah. Menjadi khalifah (atau
wali), seorang muslim harus mengambil semua langkah yang diperlukan untuk
memastikan bahwa harta yang dipercayakan diteruskan ke generasi berikutnya
dalam bentuk yang semurni mungkin, jika dianalogikan dengan lingkungan maka
harta yang harus diwariskan oleh generasi saat ini kepada genereasi selanjutnya
adalah hutan yang asri, sungai yang jernih dan lingkungan yang sehat. Oleh
karena itu sudah menjadi kewajiban seluruh umat Islam untuk menghormati,
memelihara dan merawat lingkungannya saat ini. Segala jenis korupsi, termasuk
korupsi lingkungan, yang meliputi pencemaran industri, kerusakan lingkungan,
serta eksploitasi dan pengelolaan sumber daya alam yang sembrono, tidak disukai
Allah
Berikut penulis mencantumkan beberapa ayat dalam Al-Qur’an yang berkaitan dengan perintah untuk tidak berbuat kerusakan di bumi.
Surah Al-Qashash ayat 77:”… Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.
Surah
An-Nahl ayat 128: “Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa dan
orang-orang yang berbuat kebaikan”.
Surah
Ar-Rum ayat 41: ”Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena
perbuatan tangan-tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan
sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang
benar)”.
Surah
Al-Maidah ayat 64: ”Dan mereka berusaha menimbulkan kerusakan di bumi. Dan
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
Surah
Al Hud ayat 85 “Dan Syu`aib berkata:
‘Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu
merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan
di muka bumi dengan berbuat kerusakan.”
Surah
Asy-Syu`araa`ayat 183 “Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan
janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan;”
Surah
Asy-Syu`araa` (26): 151 “dan janganlah kamu mentaati perintah orang-orang yang
melewati batas,”
Asy-Syu`araa`
(26): 152 “yang membuat kerusakan di muka bumi dan tidak mengadakan perbaikan.”
Ayat-ayat diatas memperkuat argument mengenai
pentingnya alam dan lingkungan bagi
Islam dan menjadi hal yang utama untuk dijaga keberlangsungannya, karena
sebagai ciptaan Allah, manusia tidak pantas atau berhak untuk merusaknya. Islam
juga menerangkan peran manusia yang disebut sebagai khalifah adalah bentuk
pesan dimana kita memiliki tanggung jawab untuk membangun kebaikan, menjauhi
perbuatan yang merusak dan terus berusaha untuk menjaga apa yang telah Allah
anugerahkan pada semua manusia di dunia ini. Allah SWT telah menciptakan segala
sesuatu sebagai kebutuhan manusia, dan manusia berperan dalam menjadikan apa
yang ada disekitarnya bisa dimanfaatkan demi kemaslahatan. Baik untuk diri
sendiri maupun untuk orang lain. Kerusakan
yang ada saat ini tidak lain tidak bukan merupakan hasil keburukan perbuatan
manusia serta kehilangan rasa peduli dan penuh dengan ego didalam dirinya.
Manusia itu adalah mereka yang tidak pernah puas dengan apa yang bisa mereka
miliki dan nikmati.
Hadis
atau tradisi Nabi Muhammad (Sallallahu Alaihi Wasallam) juga banyak membahas
berbagai aspek lingkungan termasuk konservasi sumber daya, reklamasi lahan dan
kebersihan lingkungan. Nabi Muhammad (Sallallahu Alaihi Wasallam) melarang
konsumsi berlebihan dan kemewahan serta mendorong moderasi di semua lapisan
masyarakat. Hadis yang paling populer tentang lingkungan menyatakan "Bumi
ini hijau dan indah dan Allah telah menunjuk manusia sebagai penatalayan di
atasnya" yang mengulangi ajaran Quran bahwa manusia telah diberi tanggung
jawab untuk menjaga lingkungan alam
“Seseorang muslim tidaklah menanam sebatang
pohon atau menabur benih ke tanah, lalu datang burung atau manusia atau
binatang memakan sebagian dari padanya, melainkan apa yang dimakan itu
merupakan sedekahnya.” (HR. Imam Bukhori)
“Jika
terjadi hari kiamat sementara di tangan salah seorang dari kalian ada sebuah
tunas, maka jika ia mampu sebelum terjadi hari kiamat untuk menanamnya, maka
tanamlah”. (HR. Iman Bukhari dan Ahmad)
“Apa
yang dicuri dari tanaman tersebut merupakan sedekahnya. Apa yang dimakan oleh
binatang buas dari tanaman itu merupakan sedekahnya. Apa yang dimakan oleh
seekor burung dari tanaman itu merupakan sedekahnya. Tidaklah dikurangi atau
diambil oleh seseorang dari tanaman itu kecuali merupakan sedekahnya.” (HR.
Muslim).
“Sayangilah
makhluk yang ada di bumi, niscaya makhluk yang ada di langit akan menyayangi
kalian” (HR. At Tirmidzi)
Membaca
beberapa hadis diatas, dapat kita katakana bahwa ada banyak pahala yang akan
diterima seorang muslim ketika melakukan penanaman pohon di hutan-hutan yang kritis.
Selain maamfaatnya secara rohani, memperbaiki hutan melalui penanaman pohon
juga berguna untuk kelangsungan hidup kita, udara yang kita hirup hingga kayu
yang kita gunakan. Selain itu, memperabaiki hutan juga sama halnya kita menyediakan
habitat bagi hewan, sebagai mata pencaharian, melindungi daerah aliran sungai,
mencegah erosi tanah dan banjir seta mencegah dampak negatif dari perubahan
iklim.
Sebagai
penutup sekaligus meringkas isi esai ini, penulis melihat bahwa saat ini
Indonesia masih kerap kali dilanda oleh bencana ekologis. Bencana ini terjadi
karena adanya campur tangan masyarakat yang tidak memerhatikan keseimbangan
alam. Hal tesebut merupakan sebuah ironi bagi negeri yang memiliki penduduk
muslim terbesar di dunia. Nilai-nilai dari ajaran islam, baik yang bersumber
dari Al-Qur’an maupun hadis memuat banyak anjuran dan kewajiban seorang muslim
menjaga dan merawat lingkungan seperti diabaikan oleh masyarakat. Oleh karena
itu, sebagai saran, baik untuk penulis secara pribadi maupun muslim pada
umumnya, marilah kita mengaktualisasikan nilai-nilai dalam secara komprehensif.
Kita seharusnya tidak hanya menitkberatkan keislaman atau akhlak yang baik
hanya pada tataran hubungan pribadi dengan tuhan. Namun lebih dari itu, kita
harus menjalankan perintah Allah yang berkaitan dengan peran dan tanggung jawab
kita dalam hal membangun relasi yang baik dengan lingkungan dan alam sekitar
Daftar
Referensi
Al-Banna, F. (2020, Mei 13). Islam and Environment
Protection. Retrieved Juli 15, 2021, from EcoMENA:
https://www.ecomena.org/islam-environment/
Istianah. (2015). UPAYA PELESTARIAN
LINGKUNGAN DALAM PERSPEKTIF HADIS. RIWAYAH, 249-270.
Jusuf, I. (2018). EKOLOGI DAERAH
BENCANA TSUNAMI DENGAN GANGGUAN KESEHATAN. E-journal UNG, 23-31.
Kementrian Lingkungan Hidup dan
kehutanan RI. (2021, Maret 4). Laju Deforestasi Indonesia Turun 75,03 %.
Retrieved Juli 14, 2021, from
https://www.menlhk.go.id/site/single_post/3645/laju-deforestasi-indonesia-turun-75-03#:~:text=Indonesia%20berhasil%20menurunkan%20deforestasi%2075,sebesar%20462%2C46%20ribu%20ha.
Mohammad, A. D. (2007) Pendidikan
Agama Islam. Jakarta: Rajawali Pers.
Okezone.com. (2021, April 10). Update
Banjir Bandang di NTT dan NTB : 174 Meninggal & 48 Hilang. Retrieved
Juli 12, 2021, from okenews: https://news.okezone.com/read/2021/04/10/340/2392612/update-banjir-bandang-di-ntt-dan-ntb-174-meninggal-48-hilang
Rasjidi, H. (1972). Koreksi
Tentang Sekularisme. Jakarta: Bulan Bintang.
Saleh, R. (2021, Januari 25). Bencana
Ekologis Makin Parah, Momentum Proposal Ekosida. Retrieved Juli 13, 2021,
from Mongabay :
https://www.mongabay.co.id/2021/01/25/bencana-ekologis-makin-parah-momentum-proposal-ekosida/
Senna, L. (2006). Disaster
Prevention and Preparedness. EPHTI, 45-53.
Zafar, S. (2019, Januari 4). Environmental
Sustainability in Islam. Retrieved Juli 15, 2021, from EcoMENA:
https://www.ecomena.org/sustainability-islam/
Zwane, P. (2007). Does poverty
constrain deforestation? Econometric evidence from Peru. Jornal Of
Development Economics, 330-349.