Penulis : Umarul Faruq
Negara kita menggunakan asas daulat rakyat, pemerintahan di pegang oleh orang-orang yang dipilih oleh rakyat, sehingga segala peraturan dan kebijakan di negeri ini harus bersandar pada perasaan keadilan dan kebenaran rakyat banyak. Namun, jika kita lihat realita hari ini rasanya banyak peraturan dan kebijakan bersandar pada keinginan dan kesenangan segelintir elit penguasa. Sebenarnya kita punya lembaga yang berkewajiban untuk mengkoreksi peraturan atau kebijakan yang tidak bermuara pada kesejahteraan rakyat banyak, yaitu DPR (dewan perwakilan rakyat). Tetapi, di lapangan DPR seperti satu paham dengan pemerintah, yang membuat kita merasa tidak lagi di wakili.
Oleh karena "wakil rakyat" tidak lagi mewakili rakyat, maka rakyat harus mewakili dirinya sendiri, dengan mengkritisi "wakil rakyat" agar kembali ke jalur yang benar. Namun, seringkali usaha tersebut tidak dihiraukan. Maka harus di pilih cara yang lebih efektif untuk menarik wakil rakyat dari ketersesatannya. Dan sejauh ini usaha yang paling efektif untuk mengembalikan keadilan bagi rakyat banyak adalah demonstrasi. Ingat, seluruh perubahan sosial yang terjadi di dunia bukanlah produk dari mengeluh dan peratapan nasib saja. Reformasi 1998 dan banyak reformasi lainnya terjadi karena massa yang melakukan aksi. Ada gerak sehingga status quo yang negatif berubah ke kondisi ideal yang dikehendaki banyak orang melalui aksi nyata
Mahasiswa adalah suatu elemen masyarakat yang paling memungkinkan untuk melakukan aksi tersebut, karena dari segi usia, mahasiswa ada pada usia muda, usia produktif dimana otot-otot masih kencang, dari segi intelektual mahasiswa hampir setiap hari disisipi ilmu pengetahuan di dalam kelas yang menjadikan mahasiswa mudah mencerna berbagai problematika sosial yang terjadi. Tidak heran, dengan segala kelebihannya tersebut mahasiswa seringkali melakukan aksi demontrasi menggugat ketidakadilan. Dalam aksi tersebut biasanya mahasiswa tergabung dalam berbagai aliansi, seperti BEM Seluruh Indonesia (BEM SI), BEM Semarang Raya (BEM SERA) , BEM Bandung Raya, dan sebagainya.
Tapi sekarang pertanyaannya adalah, apakah "mesin-mesin pembela rakyat" tersebut masih bekerja dengan baik? Kali ini saya ingin menyoroti BEM SERA, karena Semarang adalah tempat saya berkuliah maka sedikit banyaknya saya paham dengan kondisi pergerakan mahasiswa disana. BEM SERA adalah aliansi BEM dari berbagai kampus di Semarang yang bekerja dengan sukarela untuk menyuarakan berbagai masalah di negeri ini, seperti yang akhir-akhir ini terjadi, diantarnya yaitu pelanggaran HAM, BBM naik, eksploitasi alam, pencaplokan tanah adat, korupsi, kolusi, nepotisme, kebocoran data, pencemaran lingkungan, KUHP kontroversial dan masih banyak lagi, -- Kalimat "dan masih banyak lagi" sepertinya kalimat simplifikasi.
Anehnya segudang masalah kehidupan kita di negeri ini, sebagai akibat dari ketidak becusan pemerintah dalam mengelola negara yang berdampak langsung pada kehidupan masyarakat, tidak membuat aliansi BEM SERA tergerak hatinya untuk berkontribusi mengentaskan masalah tersebut. Masalah sosial yang harus BEM SERA upayakan penyelesaiannya tidak hanya masalah yang di produksi oleh pemerintah, namun masalah sosial lainnya juga harus di respon. Salah satu yang paling membuat saya gemas adalah ketika peristiwa gempa bumi di Cianjur yang berdampak pada puluhan ribu orang mengungsi dan ratusan orang meninggal dunia tidak juga membuat hati teman-teman BEM SERA tergerak. Ketika berbagai kelompok masyarakat di berbagai daerah berbondong-bondong menggalang dana untuk membantu saudara-saudara kita di Cianjur, BEM SERA hanya diam seperti tidak terjadi apa-apa.
Mungkin telinga BEM SERA tersumbat oleh kopok sehingga tidak mendengar keresahan masyarakat, mulut BEM SERA mungkin bisu karena sekumpulan sampah menyumbatnya, yang membuat mereka diam tak bersuara, tubuh mereka lumpuh, hati mereka mati, urat syaraf mereka putus, dan sekumpulan penyakit kronis lainnya yang ada dalam tubuh BEM SERA.
Pada akhirnya BEM SERA hanyalah sekumpulan orang yang saling memanggil "pres, pres, pres". Buang semua jabatan presma mu yang diemban sebagai gaya-gayaan, lempar semua teori-teori sosial yang kalian pelajari, bakar semua buku-buku yang kalian baca (itupun kalo baca buku) dan juga bubarkan BEM SERA jika pada akhirnya hanya menjadi segerombolan orang yang sok-sokan menjadi aktivis padahal tidak peduli sama sekali dengan kondisi masyarakat luas.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus