Penulis: Bung Junaidin
Negara merupakan
organisasi kekuasaan pemerintah yang hadir sebagai alat untuk mengokomodir
segala kepentingan manusia di dalamnya tanpa terkecuali. Manusia sebagaimana
dipaparkan oleh Sokrates merupakan manusia politik, dalam tradisis historis
yunani kuno yang pada awal mulanya telah mengenal negara dalam bentuk yang
sederhana yaitu polis state (pemerintah kota). Waktu berlalu manusia memulai
sejarah hidupnya dari zaman batu (masyarakat primitif) melompat sampai
kapitalisme negara hari ini.
Sudah menjadi hukum
sejarah bahwasannya setiap pemimpin yang tangannya bersimpah darah akan selalu
melahirkan generasi yang menghunus pedang. Pengekangan terhadap kebebasan,
penindasan, perampasan hak, eksploitasi manusia oleh manusia akan melahirkan
suatu resistensi dan perlawanan dari yang tertindas. Meskipun dimanipulasi
dengan segudang mitos, pidato romatik, narasi puitis, monopoli kebenaran,
dogma, sebab ketertindasan dan kelaparan rasanya tetaplah pahit. Soal
perlawanan atas ketertindasan ini merupakan suatu kebenaran sejarah, hanya soal
waktu cepat atau lambat sejarah itu akan tiba.
Jangankan manusia yang
berfikir, hewan pun akan melawan bila dia ditindas, apalagi manusia yang
berpikiran rasional. Kurang lebih demikian bila kita menggambarkan secara
sederhana dari suatu bangsa, kekaisaran, ataupun imperium dunia manapun.
Abad pertengahan yang
dalam perspektif Karl Marx dianggap sebagai zaman chaos dimana ilmu pengetahuan masih muda seiring feodalisme dan
gereja makin represif sesungguhnya memberikan bahaya laten bagi kekuasaanya
sendiri. Kurang lebih dialektika material ini digambarkan marx dari fakta
sejarah bahwa feodalisme sebagai tesis, kapitalisme borjuis hari ini adalah
antitesis dan sosialisme sebagai sebuah cita-cita dan khayalan adalah sintesisnya.
Seperti yang diuraikan
penulis diatas kita belajar dari represifitas feodalisme abad pertengahan pada
akhirnya memunculkan semangat kelahiran aliran pemikiran filsafat politik. Yang
melawan dan menegasikan segala kebenaran tunggal gereja yang dianggap mapan dan
diterima secara dogmatis oleh rakyat. Muncul manusia-manusia yang mencari suatu
konsep sistem dunia baru yang lebih manusiawi, yang selanjutnya hasil dari
relasi kelas sosial yang semakin tajam tersebut melahirkan aliran-aliran misalnya
individualisme dengan demokrasi liberalnya maupun sosialisme dengan
komunismenya.
Yang menjadi pertanyaan
mendasar, sudah berbagai percobaan dan konsep maupun sistem negara telah di
bentuk dan diterapkan di dunia, demikian juga negara Indonesia. Akan tetapi
persoalan seputar kemiskinan, penindasan, pelanggaran ham, perampasan ruang
hidup, maupun ketidakadilan masih riuh diperdebatkan oleh umat manusia dan
dicarikan solusi penyelesaiannya, baik oleh para pakar ahli, akademisi,
politisi maupun masyarakat umum, terkhususnya kalangan kaum muda-mudi.
Namun bila kita melihat
fakta realitas hari ini, agaknya cukup dilematis bahwa kemiskinan dan penindasan
masih mengakar di akar rumput. Apakah bangsa ini krisis moral sosial, kepada
para manusia Indonesia? Wabil khusus pemerintah apakah lupa diri bahwa bangsa
ini dibangun diatas bangkai manusia yang tidak berdosa, mengalir darah di
setiap sudut negeri ini.
Kemiskinan dan
Ketidakadilan bukanlah suatu sebab yang jatuh dari langit, ataupun yang lahir
dengan begitu saja tanpa sebab. Orang-orang yang meyakini hal demikin patut
diduga bahwa isi kepalanya kosong. Sebab, semua yang terjadi dibawah kolom
langit mempunyai sebab akibat. Semua yang terjadi dibawah kolom langit ini baik
itu penindasan, kemiskinan, ketidakadilan merupakan buah dari aktifitas
keserakahan manusia yang tidak bermoral. Manusia yang telah buta nurani
kemanusiaannya. Atas nama apapun segala bentuk penindasan eksploitasi terhadap
manusia yang menghilangkan harkat dan martabat kemanusiaan harus dilawan.
Berbicara negara
Indonesia yang sudah 77 tahun menikmati kemerdekaanya secara politik
(kemerdekaan buat segelintir elit), yang dulu diperjuangkan beribu tahun
lamanya sampai hari ini masih terlalu banyak persoalan yang belum mampu
diatensi oleh negara. Mulai dari KKN hingga pelanggaran HAM, kemiskinan,
perampasan ruang hidup, oligarki dalam partai politik, dll.. berkali-kali
pergantian rezim. Namun sampai detik ini para petingginya yang hidup masyur
bergelimang harta diatas bangkai manusia lapar rakyat kecil. Kemerdekaan ini
hasil daripada buah perjuangan keringat dan darah manusia Indonesia yang telah
mati.
Orang-orang yang hari
ini duduk di bangku kekuasaan, tidak sedikit yang bermoral hewaniah. Mereka lupa atau pura-pura lupa akan
perjuangan kemerdekaan. Mereka yang telah kita titipkan nasip rakyat dalam
momentum pemilu, ini bukan persoalan yang biasa saja. Bila kita menganggap diri
kita seorang yang mencintai NKRI, apalagi klaim pancasilais, maka kita harus
sepakat bahwa tidak boleh ada satupun manusia yang kelaparan di Iindonesia.
Tidak ada manusia Indonesia yang dirampas haknya, itu merupakan persoalan kita
bersama, wabil khusus negara dalam hal ini pemerintah. Sejatinya negara
dibentuk untuk melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah
indonesia, sesuai dengan amanat konstitusi.
Tidak berlebihan bila
saya berasumsi bahwa hampir seluruh lembaga di negara ini bermasalah. Seperti
masalah KKN, pelanggaran HAM, perampasan
ruang hidup, kemiskinan, kebodohan dll. Memang berjuang menciptakan masyarakat
yang adil di negara ini merupakan persoalan yang sulit, namun sulit bukan
berarti tidak mungkin untuk dilakukan. Berbicara soal keadilan maupun
kemanusiaan saya pikir tidak perlu membaca buku segudang dan pandai berpidato
baru kita bergerak, sebab bicara kemanusiaan itu satu bukan sektarian.
Untuk menolong rakyat
kecil yang tanahnya dirampas negara tidak harus memandang kita dari suku, ras
atau agama apa. Tapi cukup kita sebagai manusia, perasan batin sebagai manusia
akan mendorong kita untuk gerang menolong nya. Hewan pun bila ditindas akan
melawan, apalagi manusia yang berpikir bila tidak melawan ketika ditindas
merupakan ketololan yang hakiki dan dia tidak lebih rendah dari seekor
binatang.
Sejarah perkembangan
masyarakat negara bangsa di dunia selalu ditandai oleh gerakan sosial maupun
revolusi sosial. Demikian juga negara Indonesia ini di bangun hasil dari
gerakan sosial. Akibat dari kediktatoran penguasa maupun pemerintah kolonial
yang tidak manusiawi, yang beratus tahun di tindah oleh imperialisme beberapa
negara, yang paling lama negara imperialisme Belanda dan terakhir negara fasis
jepang. Namun pada akhirnya oleh kegigihan dan konsistensi para founding father berakhir pula
imperialisme Belanda.
Dari perjuangan panjang
para tokoh pendiri bangsa dan rakyat Indonesia kita belajar banyak hal.Dan yang
paling penting menurut anggapan penulis bahwa tidak ada penindasan di dunia ini
yang absolut. Sekuat apapun penjajah dengan segala kekuatan perangkat lunak
maupun perangkat kerasnya pasti akan mampu dilawan. Melawan bukan berarti diam
ditempat, tetapi ‘gerak-baca-diskusi-aksi!’
Merubah tatanan sosial
yang diskrimatif memanglah tugas yang berat dan sulit. Namun sulit bukan
berarti tidak mungkin untuk dilakukan. Apalagi Indonesia sebagai manusia yang
dominan berketuhanan, tidak ada ajaran ketuhanan manapun yang membenarkan bagi
manusia untuk hidup dalam rasa pesimisme. Bahwa seluruh persoalan yang terjadi
di bawah kolom langit ini adalah urusan makhluk yang berfikir dalam hal ini
adalah manusia, sehingga tidak tunggal dan mesti bisa diubah.
Berbicara soal
kemiskinan, manusia sebagai pelaku sejarah, bila diintrodusir dan dipahami
secara menyeluruh terhadap relasinya dengan negara. Sebagai subyek yang paling primer
harus dicek kesadaranya. Sudah sepantasnya kita merefleksikan diri atas gejala
kemiskinan dan ketidakadilan yang terjadi pada negara ini dan kita arahkan
pandangan kita atas persoalan yang menjadi sebab dari segala bentuk eksploitasi
manusia atas manusia ini?
Opini ini pada
prinsipilnya mengajak mahasiswa untuk mengarahkan perhatian kita bersama pada
fungsi sosial kita sebagai manusia. Perhatian pada persoalan ketidakadilan di
negara dan kecongkakan para penguasa di negeri ini, saya menyerukan kepada
seluruh rakyat, buruh, petani, dan kaum miskin kota, wabil kuhsus mahasiwa.
Mahasiswa yang katanya sipaling aktivis
dan mengerti persoalan negara. Orang yang mengaku diri sebagai intelektual yang
memiliki banyak waktu untuk belajar dan paling dominan mengembang fungsi sosial
dan mengemban amanat penderitaan rakyat, mari kita BERGERAK!
Mahasiswa sebagai
bagian yang tidak terpisahkan dari proses sejarah sudah sepantasnya ikut ambil
bagian dari proses sejarah bangsa ini. Tujuh puluh tujuh tahun Indonesia
merdeka namun berbagai problem pada bangsa ini masih akut dan tidak pernah
selesai di tuntaskan oleh rezim ke rezim. Indonesia sebagai negara demokrasi
secara sederhana dapat dipahami bahwa seluruh kerja pemerintahan baik eksekutif
legislatif dan yudikatif dibawah kontrol langsung rakyat, dimana rakyat dapat
ikut berpartisipasi secara langsung dan tidak langsung. Demokrasi dapat
diistilahkan sebagai sebuah akuarium dimana rakyat dapat memantau secara
langsung maupun tidak langsung kerja pemerintahan di dalamnya. Maka bila ada
lembaga pemerintahan yang eksklusif, akan dapat berpotensi melahirkan korupsi
maupun konspirasi, kita bisa mengawasinya.
Beberapa indikator yang
dapat di lihat bisa kita cek dari pemimpin sebelumnya, masalah KKN yang
menjamur. Sementara reformasi sudah berjalan 24 tahun dan masalah KKN belum mampu
diselesaikan di negara ini. Sehingga sangat benar bila kita menganggap hari ini
dengan begitu banyak partai politik, tidak ada satupun yang totalitas
mengdiskursuskan persolan rakyat atau pun yang menjadi representasi rakyat. Dengan
penetapan Presidential Treshold bagian dari cara oligarki dalam
negara ini melanggengkan kekuasaanya, sementara masih banyak negarawan di
negara ini, orang-orang yang memiliki kapasitas mumpuni untuk memimpin bangsa
ini di-black list dari percaturan
pilpres sebab tidak mendapatkan rekomendasi legislatif 15 persen kursi dan 20
persen suara sah.
Orang-orang itu saja
yang menguasai, ini merupakan oligarki yang mengancam demokrasi rakyat. Kita
belajar dari pilpres 2019 hanya ada dua calon tunggal presiden, ini merupakan
ancaman terhadap demokrasi dan berpotensi melahirkan kekuasaan yang sentral. Pemimpin
yang lahir pada kenyataanya melahirkan para pengikut yang fanatik dan pada
pihak yang lain dicaci secara ekstrim. Lahir polarisasi yang membawa pada
konflik horizontal antara rakyat, sehingga rakyat hanya menjadi korban dari kenafsuan
para penguasa dan kemunafikan politik.
Sekali lagi mari kita
membuka mata, begitu tampak kemiskinan akibat dari kapitalisme yang berkomplot
dengan oligarki di negara ini, hanya sejengkal jarak antara gubuk si miskin dan
gedung si kaya. Hanya manusia dengan moral sampah yang membenarkan atau
menganggap biasa saja terhadap seorang manusia berpesta pora dengan
kegelimpahan harta dan sajian makanan yang enak sementara tetangganya menderita
kelaparan. Posisi mahasiswa sebagai pengontrol kebijakan negara sudah
selayaknya bergerak.
Kaum muda tidak boleh
kehabisan akal, apalagi gerak tiba saat tiba akal. Untuk membedah segala
kontradiksi-kontradiksi sosial yang terjadi, untuk merubah tatanan sosial,
mahasiswa jangan sampai krisis bacaan dan konsep, krisis diskusi dan berdialektika,
mahasiswa harus sadar. Ketika kita penyerahan total menitipkan sepenuhnya nasib
pada pemerintah itu merupakan kekonyolan ditengah bobroknya lembaga negara hari
ini. Apabila mahasiswa mulai apatis dan malah bertanya, krisis bacaan, krisis
konsep, krisis diskusi, jalanan mulai hening dari gerakan sosial, yakin dan
percaya kita akan menjadi korban dari keputusan sepihak kekusaan congkak negeri
Indonesia ini.
MAHASISWA, Gerak
Melawan Atau Diam Ditempat Menunggu Ditenggelamkan Oleh Sejarah !!!