Oleh: Ummarul Faruq (Kabid Kasrat LAPMI Semarang)
Kartini memang tidak mengangkat pedang atau senapan untuk berkonfrontasi secara langsung dengan tentara kolonial, tetapi kesadaran akan penindasan yang tertuang dalam surat-suratnya lah ia berjuang. Sedikit cerita, ia juga sempat memberikan beasiswa yang ia dapatkan dengan susah payah kepada H. Agus Salim, meski kemudian ditolak oleh beliau. Itu merupakan sebuah bukit betapa Kartini peduli dengan pendidikan.
Tulisan Kartini berdampak sangat besar dan abadi dalam kesadaran pembacanya setelah empat tahun sepeninggal beliau surat-suratnya dikumpulkan lalu diterbitkan. Oleh karena itu mungkin Kartini merupakan sosok yang mengilhami kalimat "Terus berjuang, kita gak tau sukses datangnya kapan", Kartini terus berjuang sampai nyawanya kembali kepada pencipta. Kartini memang hidup tak lama, namun jasanya akan dikenang selamanya.
Perjuangan Kartini belum usai, masih banyak persoalan yang membutuhkan jawaban, lantas siapa yang akan meneruskan? Saya jawab "wanita masa kini". Pertanyaan selanjutnya adalah apakah wanita masa kini mewarisi perjuangan kartini? Apakah wanita masa kini memiliki semangat dan optimisme yang sama seperti kartini? Apakah wanita masa kini berani menggadaikan kenyamanan untuk sebuah kemerdekaan?.
Sebagian wanita masa kini mampu memberikan jawaban "Iya" atas pertanyaan tadi, tetapi sebagian lainnya juga dengan lantang menjawab "tidak" melalui perilaku yang mereka cerminkan. Bagi saya, hadirnya sosok kartini merupakan kritik bagi wanita yang apatis, wanita yang oportunis, wanita yang doyan rebahan, wanita yang weekendnya hanya di isi dengan pacaran, wanita yang menggadaikan lekuk badan demi sebuah ketenaran, wanita yang menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk dandan, wanita yang scroll tik-tok seharian, wanita yang suka mengumbar aib teman, huffftt banyak sekali tindakan yang kontradiktif dengan sikap ke-kartini-an.
Rasanya ingin sekali melihat Kartini hidup kembali lalu menampar seseorang yang ciri-cirinya tadi saya sebutkan. Rasanya ingin sekali melihat Kartini menampar sosok wanita yang lagi asik joget pargoy. Rasanya ingin sekali melihat Kartini menampar wanita yang lagi selfie didepan cermin toliet bioskop dengan memamerkan HP mahalnya.
Bagi saya Kartini bukan lagi sebuah nama, melainkan jiwa. Kartini merupakan sebuah jiwa yang penuh dengan semangat perjuangan, semangat keegaliteran, semangat kepemudaan, dan semangat keoptimisan. Jalanan di perkotaan tidak selalu mulus, dan jalanan di pedesaan tidak selalu buruk, dalam kehidupan nyata tidak jarang juga saya menjumpai wanita-wanita dengan jiwa ke-kartini-an, yang penuh dengan semangat perjuangan, dan rasanya tidak salah jika saya menyebut mereka "Kartini".